Walau dengan tehnis ada banyak yang mesti diperbaiki, Pemilu bersejarah Serentak 2019 sudah berjalan dengan lancar serta damai.
Sekarang ini penduduk sesaat telah bisa tahu hasil pemilu lewat beberapa aliran, baik lewat hitungan cepat (quick count) beberapa instansi survey ataupun hitungan riil (real count) lewat service yang disiapkan KPU yang masih tetap berjalan.
Sesaat hitungan serta rekapitulasi manual yang dikerjakan KPU serta bisa menjadi basic penentuan sah hasil pemilu oleh KPU pada satu bulan yang akan tiba, sekarang ini tengah berjalan dengan bertahap dari mulai tingkat KPPS (TPS), PPK (kecamatan ), KPU kabupaten/kota, KPU propinsi serta direncanakan akan diputuskan terakhir tanggal 22 Mei 2019.
Baca juga : Jurusan di UNY
"Quick count memang berbentuk sesaat serta data yang diambil pun sample saja, tetapi riwayat menunjukkan jika cara ini begitu tepat semenjak dikenalkan serta dipraktikkan di Indonesia. Ditambah lagi tidak ada yang berselisih dari beberapa puluh instansi survey yang lakukan quick count di pemilu kesempatan ini," kata Koordinator Presidium Nasional Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI), Juri Ardiantoro dalam info tertulisnya, Jumat (19/4/2019).
Tentang beberapa hasil pemilu sesaat ini, katanya, berlangsung pro-kontra karena tim pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno serta beberapa pendukungnya tidak meyakini hasil hitungan quick count.
Mereka akui memilki data hasil hitungan ‘internal’ yang menujukkan hasil sebaliknya hingga sampai 2x tampil di panggung menginformasikan klaim kemenangannya.
Sesaat tim pasangan 01 Jokowi-Ma'ruf Amin, walau oleh instansi survey dikatakan menjadi pemenang tampil sebaliknya, menghargai proses sekalian menanti hasil sah penentuan serta pengumumam Komisi Penentuan Umum (KPU).
"Beberapa penduduk dibikin bingung serta bahkan juga terhasut oleh beberapa ajakan untuk menampik hasil pemilu, bahkan juga ajakan lakukan aksi-aksi inkosntitusional people power. Ajakan serta hasutan ini benar-benar tidak mempunyai basic benar-benar, terkecuali kekesalan sebab kalah dalam pemilu," papar bekas Ketua KPU ini.
Menurutnya, pemilu di Indonesia salah satu pemilu yang jadi contoh serta referensi dunia untuk pemilu yang demokratis serta jamin akuntabilitas proses sebab mempunyai tiga komponen yang menopangnya.
Pertama, pemilu yang terbuka. Ke-2, mempunyai proses pembuktian kebenaran data. Ke-3, mempunyai kelengkapan beberapa piranti hukum serta instansi penyelesaian bila berlangsung permasalahan.
Ia meneruskan, dalam proses pengambilan serta penghitunagn nada di TPS seluruh pihak bisa melihat, dari mulai petugas, pemilih, saksi-saksi, pemantau serta penduduk luas.
"Bahkan juga apa yang dimaksud pesta demokrasi itu sesusngguhnya berada di TPS. Kebanyakan orang ketertarikan, senang serta tidak ada ketegangan-ketegangan," tandas bekas Ketua KPU DKI Jakarta dua periode ini.
Sesudah dihitung di TPS serta dituangkan dalam formulir C1 serta C1 Plano, lanjut ia, seluruh pihak bisa lihat, mencatat, mendokumentasikan/memfoto, meng-upload, menempatkan dalam tempat pengumuman, serta saksi-saksi serta pengawas TPS dikasihkan salinan C1 itu.
"Diluar itu, KPU pun memindai/scan form C1 itu serta mempublikasikannya. Kurang meng-upload C1, KPU pun lakukan input data C1 dengan riil (real count) dalam aplikasi elektronik (Situng) yang bisa diawasi publik selama waktu. Jadi, bila ada satu diantara pihak punya niat curang berdasar hasil nada, tentu dengan gampang akan ketahuan serta selekasnya dikoreksi serta pelakunya bisa diberi hukuman," katanya.
Juri pun menyatakan piranti ketentuan serta kelembagaan untuk mengakhiri pendapat pelanggaran serta kecurangan pun komplet.
"Disini Indonesia seringkali dipandang pemilu sangat kompleks tidak saja sistemnya, tapi pun kelembagaannya. Banyak instansi yang kerja untuk pemilu," tuturnya.
Baca juga : Jurusan di UGM
Ada KPU menjadi pelaksana. Ada Bawaslu menjadi pengawas, bahkan juga saat ini sampai tingkat TPS. Pada pemilu-pemilu awal mulanya cuma sampai PPS atu desa/kelurahan. Ada Dewan Kehormatan penyelenggara pemilu (DKPP) untuk terima pengaduan serta mengadili bila ada deretan KPU serta Bawaslu yang lakukan pelanggaran etik. Ada polisi serta kejaksaan bersama dengan Bawaslu dalam sentral penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) bila ada pendapat pelanggaran pidana pemilu.
"Diluar itu ada Komisi Penyiaran Indonesia serta Dewan Wartawan bila ada alat serta instansi penyiaran lakukan pelanggaran iklan serta penyiaran kampanye. Benar-benar begitu komplet," katanya,
Oleh karenanya, katanya, bila ada ajakan-ajakan yang menampik hasil pemilu, mendelegitimasi instansi serta kerja hasil penyelengara pemilu dan ambil langkah inskonstitusional sebenarnya memungkiri serta mengkhianati ketentuan main yang sudah disetujui bersama dengan menjadi satu bangsa.
"Pemilu ialah alat serta ajang dimana tiap-tiap peserta berburu suport sekuat serta sekeras mungkin, tetapi bila rakyat telah pilih serta memastikan pemenangnya, jadi seluruh pihak mesti menerimanya. Jadi, mari hormati proses yang telah serta tengah berjalan. Percayakan semua instansi penyelenggara pemilu kerja menyelesiakan pekerjaannya serta memutuskan hasil pemilu," papar Juri.
No comments:
Post a Comment